URGENSI PENDIDIKAN ANAK DI DALAM ISLAM
Disusun oleh Muslim Atsari
Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menciptakan manusia dan
telah memberikan kepadanya banyak kelebihan daripada makhluk lainnya. Allah
menjalankan manusia di daratan, di lautan, bahkan di udara, dan memberikan
berbagai macam rizqi yang tidak terhingga.
TANGGUNG JAWAB ORANG TUA
Dan termasuk perkara yang Allah perintahkan kepada
manusia adalah menjaga keturunan dengan baik dan berusaha menyelamatkan diri
pribadi, keluarga, dan anak dari siksa api neraka. Allah berfirman:
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Qs. At-Tahrim/66:
6)
Oleh karena itu Allah akan menanyakan tugas ini kepada
manusia, Nabi sholallohu ‘alaihi wassallam bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
- فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
- وَالرَّجُلُ فِي أَهْلِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
- وَالْمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
- وَالْخَادِمُ فِي مَالِ سَيِّدِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ قَالَ فَسَمِعْتُ هَؤُلَاءِ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَحْسِبُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
- وَالرَّجُلُ فِي مَالِ أَبِيهِ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Setiap kamu adalah pemimpin/pengatur dan akan ditanya
tentang kepemimpinannya.
Maka
imam adalah pemimpin/pengatur dan akan ditanya tentang kepemimpinannya.
Seorang laki-laki (kepala rumah tangga) adalah
pemimpin/pengatur terhadap keluaganya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya.
Seorang wanita (ibu rumah tangga) adalah
pemimpin/pengatur di dalam rumah suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya.
Seorang pelayan adalah pemimpin/pengatur pada harta
tuannya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. (HR. Bukhori, no: 2558, dari Ibnu Umar)
“Seorang anak merupakan amanah
yang Allah bebankan pada orang tua, hatinya masih bersih seperti mutiara tanpa
gambar dan lukisan, dan dia siap menerima segala macam lukisan, dia akan
condong ke mana dia diarahkan. Jika anak diajari dan dibiasakan melakukan
kebaikan, insya Allah anak akan tumbuh di atas kebaikan. Sehingga dia akan
berbahagia, demikian juga orang tuanya dan pendidiknya. Sebaliknya, jika si
anak dibiasakan melakukan keburukan, dan dibiarkan seperti binatang, maka dia
akan celaka dan sengsara. Dan tanggungan dosanya berada di pundak orang tuanya.
Sesungguhnya pendidikan dan
pembinaan anak bukanlah kebutuhan kemewahan, namun merupakan kebutuhan dasar
yang wajib dilakukan untuk menjaga anak dari siksa neraka. Oleh karena itu
pengajaran dan pembinaan akan menghantarkan ke sorga –insya Allah-, sedangkan
menelantarkannya berarti jalan ke neraka. Sesungguhnya pendidikan dan
pembinaan merupakan sebaik-baik hadiah
yang diberikan orang tua kepada anak, dan itu lebih baik daripada dunia dan
seisinya”. (Lihat: Ath-falul Muslimin,
Kaifa Rabbahum an-Nabiyyul Amin, hal. 5-6, karya syaikh Jamal Abdurrahman)
KEUNTUNGAN MEMILIKI ANAK SHOLIH
Maka berbahagialah anda wahai orang tua, jika anda telah
mendidik anak dengan baik, sehingga dengan rahmat Allah, anak menjadi shalih,
karena dia akan menjadi aset kebaikan sampai hari kiamat.
Rasulullah
sholallohu ‘alaihi wassallam bersabda:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا
مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ
وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Jika
manusia mati amalnya terputus darinya kecuali dari tiga (perkara): dari
shodaqoh jariyah (yang mengalir); atau ilmu yang dimanfaatkan; atau anak shalih
yang mendoakannya. (HR. Muslim, no: 1631; Abu Dawud, no: 2863; Tirmidzi, no:
1390; Nasai 6/251)
Rasulullah
sholallohu ‘alaihi wassallam bersabda:
إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ
Sesungguhnya
termasuk yang paling baik yang dimakan oleh seseorang adalah dari usahanya, dan
anaknya termasuk usahanya. (Abu Dawud,
no: 3061; Tirmidzi, Ibnu Majah, Nasai)
AKIBAT MENELANTARKAN PENDIDIKAN ANAK
Imam Ibnul Qoyyim
rohimahulloh berkata,
“Barangsiapa
menelantarkan pendidikan perkara yang bermanfaat kepada anaknya, dan dia
membiarkan anaknya begitu saja, maka sesungguhnya dia benar-benar telah berbuat
buruk kepada anaknya. Mayoritas kerusakan anak adalah datang dari arah bapak
mereka, bapak menelantarkan mereka, tidak mengajari mereka
kewajiban-kewajiban dan sunnah-sunnah agama. Karena orang tua menyia-nyiakan
anak di masa kecil, maka anak-anak itu tidak mendapatkan manfaat dengan diri
mereka dan tidak dapat memeberikan manfaat kepada orangtua mereka di masa
dewasa. Sebagaimana pernah terjadi sebagian orang tua menegur anaknya atas
sikap durhaka, maka si anak menjawab, “Wahai bapakku, engkau durhaka terhadapku
di masa kecilku, maka aku durhaka kepadamu di masa dewasaku. Engkau
menyia-nyiakan aku ketika kanak-kanak, maka aku menyia-nyiakanmu ketika sudah
tua”. (Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud, hal.139, karya
Imam Ibnul Qoyyim, tahqiq Basyir Muhammad ‘Uyun)
Abu Hamid al-Ghazali berkata, “Sesungguhnya jika anak kecil ditelantarkan
di awal pertumbuhannya, umumnya dia akan menjadi orang yang buruk akhlaqnya,
suka berdusta, hasad, mencuri, namimah (adu domba), meminta-minta, berbuat
sia-sia, tertawa, tipu daya, dan kurang ajar. Semua itu hanyalah dicegah dengan
pendidikan yang baik, kemudian disibukkan di sekolah, sehingga dia belajar
Al-Qur’an, hadits-hadits pilihan, dan kisah-kisah orang-orang sholih dan
keadaan mereka, agar tertanam di dalam jiwanya kecintaan kepada orang-orang
sholih”. (Al-Ihya 3/62, dinukil Ath-falul Muslimin, Kaifa Rabbahum
an-Nabiyyul Amin, hal. 9-10, karya syaikh Jamal Abdurrahman)
PENDIDIKAN ANAK DIMULAI DARI RUMAH
Sesungguhnya pendidikan anak dimulai dari setiap rumah,
dan secara khusus merupakan kewajiban orang tua.
كُلُّ مَوْلُودٍ
يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ
يُمَجِّسَانِهِ
Semua
bayi dilahirkan di atas fithroh, kemudian kedua orang tuanya mengajarkan agama
Yahudi kepadanya, atau mengajarkan agama Nashrani kepadanya, atau mengajarkan
agama Majusi kepadanya. (HR. Bukhari, no. 4775 dan Muslim, no. 2658)
Maka orang tua berkewajiban mengajarkan dan membiasakan
kebaikan kepadanya, sehingga si anak terbiasa dengan kebaikan. Marilah kita
perhatikan contoh di bawah ini, bagaimana dengan lemah lembut Nabi membimbing
seorang bocah untuk makan dengan adab yang baik. Umar bin Abi Salamah berkata:
كُنْتُ غُلاَمًا
فِى حَجْرِ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَكَانَتْ يَدِى تَطِيشُ فِى
الصَّحْفَةِ فَقَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « يَا غُلاَمُ
سَمِّ اللَّهَ ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ » . فَمَا زَالَتْ
تِلْكَ طِعْمَتِى بَعْدُ .
Aku
adalah seorang bocah di bawah pemeliharaan Rasulullah n , ketika (makan)
tanganku menggerayangi piring besar (yang digunakan untuk makan bersama), maka
Rasulullah n bersabda kepadaku, “Hai nak, sebutlah nama Allah, makanlah dengan
tangan kananmu, dan makanlah yang berada di dekatmu”. (HR. Bukhari, no. 5376
dan Muslim, no. 2022)
QUDWAH
HASANAH
Sesungguhnya mendidik anak untuk berakhlaq mulia
merupakan tugas yang agung. Ini sangat memerlukan adanya qudwah hasanah
(teladan yang baik) dari orang tua atau guru, karena anak itu memiliki tabi’at
suka meniru. Dia melihat dunia dengan apa yang diajarkan oleh orang tuanya
(atau gurunya), dan akhlaq keduanya merupakan timbangan paling benar dan tinggi
menurut pandangan si anak...Oleh karena itu selayaknya orang tua (dan guru)
selalu berkata jujur, menjaga lisan, menetapi sifat-sifat dan
perbuatan-perbuatan yang mulia. Karena semua ini akan sangat berpengaruh di dalam
akhlaq dan sifat anak. (Lihat Mas-uliyyaatul Abaa Tujahal Aulad, hal. 181)
Inilah sedikit tulisan berkaitan dengan pendidikan anak
di dalam agama Islam, semoga bermanfaat bagi kita semua. Al-hamdulillahi Rabbil
‘Alamin.
0 komentar:
Posting Komentar